Kisah Sukses Pengusaha Muslim
By Unknown - 4/28/2013
Jamil Azzaini |
"Hidup seperti main film. Butuh skenario alias proposal.
Andalah pemain utamanya," tegas Jamil Azzaini, salah satu motivator yang
terkenal dengan konsep Sukses Mulia-nya.
Masa kecil Jamil jauh dari kecukupan. Ia pindah ke Lampung dari
Purworejo karena ayahnya yang bekas kepala desa diterima bekerja
sebagai satpam dan guru mengaji di perkebunan PTP X (kini PT Perkebunan
Nusantara VII). Perkawanan dengan anak-anak asisten kebun membuat Jamil
bisa nonton televisi, dan tahu fasilitas di sana: ada rumah dinas, teve,
mobil dinas, dan sebulan sekali jalan-jalan ke kota untuk belanja danplesiran. Irikah Jamil? Ya, tapi iri positif.
Walau menjadi anak keluarga termiskin nomor dua di situ, keinginannya
melambung jauh. Setiap kali membeli buku tulis, di lembar pertama ia
menulis:Nama saya Jamil, cita-cita insinyur pertanian. Seperti Pak Asisten!Rumahku
besar, ada mobil Jeep. Istriku cantik berambut panjang. Aku masuk teve
dan bersalaman dengan Pak Harto. Aku juga menulis di koran. Uangku
banyak, bisa pergi haji bersama Bapak dan Mamak. Aku tak mau miskin
lagi, gak enak karena sering dihina. Itulah "Proposal Hidup" bocah kelahiran Purworejo 1968.
Saat gurunya bertanya cita-cita setiap murid, dengan lantang Jamil
menjawab: "insinyur pertanian!" Seisi kelas gemuruh menertawai. Termasuk
sang guru. Karena tak tahan diejek, ia tonjok si pengejek. Sontak yang
lain mengeroyok. Kepala Jamil berdarah dikepruk bambu, meninggalkan
pitak sampai sekarang. Sejak itu, Ahmad Zaini, sang bapak yang hanya
lulusan Sekolah Rakyat membawa Jamil ke teman-temannya, "Ini anak saya,
calon insinyur pertanian." Tindakan itu menjadi motivasi tersendiri buat
Jamil.
Jungkir balik Jamil mewujudkan cita-citanya itu. Meski ia jadi
bintang di sekolah tak lantas membawanya dekat ke cita-citanya
tadi. Selepas SD, Jamil masuk satu-satunya SLTP di situ, SMP Tri Bhakti
Utama. Namun ia harus membiayai sendiri sekolahnya. Selesai salat Subuh
ia menderes karet beku (lateks) sampai pukul 07.00. Sebulan ia digaji Rp
4.000,-. Ketika itu SPP sekolah Rp 1500,-. Lalu ia pergi ke pasar,
membeli makanan ringan untuk dijual di SD dekat rumah.
Habatnya, ia sering ditunjuk menggantikan guru yang absen lantaran
selalu jadi ranking pertama. Jamil pun amat menikmati berdiri di depan
kelas, membagi ilmu. "Saya sering berdoa, semoga guru tidak masuk,
supaya saya boleh mengajar," Jamil tertawa. Mantera ajaib (magic word)
di setiap lembar pertama buku tulisnya seperti memberi kekuatan ketika
harus mengayuh sepeda ke SMAN Way Halim di Bandar Lampung. Berjarak 23
km dari gubuknya, berarti sehari 46 km ia mengontel pedal. Tak heran,
setiba di sekolah baju seragamnya kuyup oleh keringat. Kalau capek, ia
menumpang truk pengangkut pasir, kayu, atau barang dagangan lain yang
kebetulan lewat depan sekolah.
Kata-kata Bapaknya terus menyemangati, "Kamu harus terus belajar.
Kalau kamu punya ilmu, nanti kamu akan dijaga oleh ilmu itu. Kalau punya
harta, malah sibuk menjaga harta." Jamil menjawabnya dengan prestasi.
Ia juara berbagai lomba, baik di tingkat sekolah maupun antarsekolah.
Juara pidato, karya ilmiah, cerdas cermat, siswa teladan, simulasi P4,
baris berbaris, dan sederet lainnya.
Ketika ia diterima di Institut Pertanian Bogor tanpa tes selulus SMA
(1987), tak lantas membuat hatinya berbunga-bunga. Ia tak punya uang
buat mengurus ke Bogor. Berdua sang Bapak, Jamil mendatangi orang
terkaya di desa untuk pinjam uang. Namun apa yang didapat? Mereka malah
dihina, "Kalau miskin tak usah panjang angan-angan. Baru mau kuliah
sudah pinjam uang, apa bertahun-tahun selanjutnya mau pinjam uang
terus?"Jamil menangis. Dalam perjalanan pulang, Bapak menghentikan genjotan
sepeda, lalu memeluknya, "Kamu harus jadi insinyur pertanian, biar tak
dihina." Singkat kata, untuk mengganjal biaya hidup dan kuliah, Jamil
harus berjualan koran, buku, dan kurma dari pintu ke pintu. Ia juga
membuka usaha rental komputer, katering, dan kerja-kerja serabutan
lainnya.
Tahun 1992, si pitak akhirnya jadi insinyur pertanian. Mimpi di
halaman pertama buku tulisnya telah terwujud. Impian mengejar gelar S2
di IPB pun tergapai. Jika ketika S1 indeks prestasinya tak lebih dari 3,
saat lulus S2 semua matakuliahnya bernilai A, hanya satu yang B. Ia pun
masuk teve, menulis di koran, terkenal, bahkan naik haji.
Apa rahasia Jamil mewujudkan semua mimpinya? Ia menyebut tiga hal:
bintang terang, lingkungan positif, dan berani ambil risiko. Bintang
terang adalah cita-cita yang harus dicapai. Target harus ditulis, terus
menerus, untuk membakar semangat. Sedangkan lingkungan positif memberi
kekuatan, jadi hindari lingkungan negatif yang setiap hari melemahkan
semangat mencapai bintang terang. Sementara berani mengambil risiko
justru mengajarkan kita tahu banyak cara berkelit dari kegagalan.
Masih ada lagi resep Jamil mencapai sukses, yakni rumus motivasi
dalam menggeber ketiga langkah optimalisasi diri. Ia katakan, "Motivasi
adalah TB (To Be) dikalikan TH (To Have) dikalikan V (Valensi)." TB
adalah keinginan 'menjadi', TH adalah keinginan 'memiliki' (materi), dan
V adalah kemampuan menggerakkan potensi intelektual, emosional, dan
spiritual. Mereka yang mementingkan TH menurut Jamil seorang
profesional. Sedangkan yang mementingkan TB dan V pasti seorang expert
(ahli) yang meyakini TH akan datang dengan sendirinya bila TB dan V
dilipatgandakan.
Makin menarik saat ia bicara tentang Tabungan Energi Positif, yang akan dicairkan dalam bentuk 4-ta (harta, takhta, kata, dan cinta). Harta adalah memiliki kemampuan mengelola uang yang baik. Takhta adalah siap memikul amanah. Kata adalah ucapannya bertuah, lisannya ditunggu orang, ceramahnya menyenangkan, nasehatnya mengena, doanya mustajab, menyadarkan orang lain, tulisannya dibaca orang, dsb. Cinta adalah popularitasnya naik, dipuja, pengikutnya banyak, relasi meningkat, teman yang loyal, dsb.
Namun, Jamil mengingatkan, "Jika 4-ta cair dari tabungan energi negatif, bersiaplah menuju kehancuran."
Ikuti ke Twitter Twitter, Klik Disini Jika Anda Suka Facebook. Stay updated via RSS
0 komentar for "Kisah Sukses Pengusaha Muslim"